Daging segar jika
dipotong mula-mula berwarna ungu tapi lama kelamaan permukaan daging berubah
berwarna merah dan akhirnya menjadi coklat. Terbentuknya warna coklat ini
sering digunakan sebagai petunjuk menurunnya kualitas daging.
Jika dilakukan
pentahapan proses yang didasarkan pada urutan proses yang terjadi pascapenyembelihan, proses awal yang terjadi pada
daging dikenal dengan istilah pre rigor, kemudian diikuti rigor mortis kemudian
diakhiri dengan post rigor atau pasca rigor. Hewan setelah disembelih, proses
awal yang terjadi pada daging adalah pre rigor. Setelah hewan mati, metabolisme
yang terjadi tidak lagi sabagai metabolism aerobik tapi menjadi metabolism
anaerobik karena tidak terjadi lagi sirkulasi darah ke jaringan otot. Kondisi
ini menyebabkan terbentuknya asam laktat yang semakin lama semakin menumpuk.
Akibatnya pH jaringan otot menjadi turun. Penurunan pH terjadi perlahan-lahan
dari keadaan normal (7,2-7,4) hingga mencapai pH akhir sekitar 3,5-5,5. Sementara
itu jumlah ATP dalam jaringan daging masih relatif konstan sehingga pada tahap
ini tekstur daging lentur dan lunak. Jika ditinjau dari kelarutan protein
daging pada larutan garam, daging pada fase prerigor ini mempunyai kualitas
yang lebih baik dibandingkan daging pada fase postrigor. Daging pada fase
prerigor. Hal ini disebabkan pada fase ini hampir 50% protein-protein daging
yang larut dalam larutan garam, dapat diekstraksi keluar dari jaringan (Forrest
et al, 1975).
Karakteristik ini sangat baik apabila daging pada fase
ini digunakan untuk pembuatan produk-produk yang membutuhkan sistem emulsi pada
tahap proses pembuatannya. Mengingat pada sistem emulsi dibutuhkan kualitas dan
jumlah protein yang baik untuk berperan sebagai emulsifier. Tahap selanjutnya
yang dikenal sebagai tahap rigor mortis. Pada tahap ini, terjadi perubahan
tekstur pada daging. Jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah
digerakkan. Rigor mortis juga sering disebut sebagai kejang bangkai. Kondisi
daging pada fase ini perlu diketahui kaitannya dengan proses pengolahan. Daging
pada fase ini jika dilakukan pengolahan akan menghasilkan daging olahan yang
keras dan alot. Kekerasan daging selama rigor mortis disebabkan terjadinya
perubahan struktur serat-serat protein. Protein dalam daging yaitu protein
aktin dan miosin mengalami crosslinking. Kekakuan yang terjadi juga dipicu
terhentinya respirasi sehingga terjadi perubahan dalam struktur jaringan otot
hewan, serta menurunnya jumlah adenosine triphosphat (ATP) dan keratin phosphat
sebagai penghasil energi (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Jika penurunan
konsentrasi ATP dalam jaringan daging mencapai 1 mikro mol/gram dan pH mencapai
5,9 maka kondisi tersebut sudah dapat menyebabkan penurunan kelenturan otot.
Pada tingkat ATP dibawah 1 mikro mol/gram, energi yang dihasilkan tidak mampu
mempertahankan fungsi reticulum sarkoplasma sebagai pompa kalsium, yaitu
menjaga konsentrasi ion Ca di sekitar miofilamen serendah mungkin. Akibatnya,
terjadi pembebasan ionion Ca yang kemudian berikatan dengan protein troponin.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya ikatan elektrostatik antara filamen aktin
dan miosin (aktomiosin). Proses ini ditandai dengan terjadinya pengerutan atau
kontraksi serabut otot yang tidak dapat balik (irreversible). Penurunan kelenturan
otot terus berlangsung seiring dengan semakin sedikitnya jumlah ATP. Bila
konsentrasi ATP lebih kecil dari 0,1 mikro mol/gram, terjadi proses rigor
mortis sempurna. Daging menjadi keras dan kaku. Keadaan rigor mortis yang
menyebabkan karakteristik daging alot dan keras memerlukan waktu yang cukup
lama sampai kemudian menjadi empuk kembali.
Melunaknya kembali tekstur daging menandakan dimulainya fase post rigor atau pascarigor. Melunaknya kembali tekstur dagung bukan diakibatkan oleh pemecahan ikatan aktin dan miosin, akan tetapi akibat penurunan pH. pada kondisi pH yang rendah (turun) enzim katepsin akan aktif mendesintegrasi garis-gis gelap Z pada miofilamen, menghilangkan daya adhesi antara serabut-serabut otot. Enzim katepsi yang bersifat proteolitik juga melonggarkan struktur protein serat otot.
Melunaknya kembali tekstur daging menandakan dimulainya fase post rigor atau pascarigor. Melunaknya kembali tekstur dagung bukan diakibatkan oleh pemecahan ikatan aktin dan miosin, akan tetapi akibat penurunan pH. pada kondisi pH yang rendah (turun) enzim katepsin akan aktif mendesintegrasi garis-gis gelap Z pada miofilamen, menghilangkan daya adhesi antara serabut-serabut otot. Enzim katepsi yang bersifat proteolitik juga melonggarkan struktur protein serat otot.
0 comments:
Post a Comment